Wednesday, September 16, 2015

When He Leave Us

Have I tell you before my dad has passed away?
Yeah, he leave us on Feb 18, 2015.  Yep, 7 month ago.  When I still pregnant.
Sebelum beliau pergi, saya masih sempat mengunjungi rumah di Depok, tinggal disana selama seminggu.  Ketika itu, beliau meminta saya untuk tinggal di rumah lagi setahun.  "Kak, tinggal disini aja lagi ya setahun biar ada yang nemenin Aba."
Lalu saya jawab, "Nanti kan disini lagi abis melahirkan, Ba.. agak lama juga"
Dan Ummi pun menambahkan, "Sekarang kan Hilwa udah punya suami, g bisa gitu dong.."
Setelah itu, dia terdiam.. mungkin membenarkan.
Dalam hati, saya sedih.  Dan sekarang, saya menyesal.  Kenapa tidak disana lebih lama.

Keadaan beliau saat itu, sangat kurus.  Entah berapa beratnya.  Terlihat hanya kulit yang membungkus tulang belulangnya.  Kulitnya kuning pucat.  Haemodialisa seminggu dua kali menghabiskan bobot tubuhnya, mengambil semua nutrisi yang ada.  Asupan makanan pun sudah sangat minim yang bisa beliau terima.  Saat-saat terakhir hanya es krim yang masuk, padahal saya tau, beliau lapar.  Tapi, apa daya, tubuhnya tak terima.  Tahu susu keju kesukaannya yang sering saya bawakan dari Bandung pun tak bisa beliau makan lagi.

Weekendnya saya kembali ke Bandung.  Dan dihantui oleh mimpi tentang beliau, saya memimpikannya 2 kali.  Bangun tidur saya menangis, yaa.. dalam hati saya seperti tahu, bahwa waktunya kian dekat.  Sebelum pulang ke Bandung kemarin, seperti biasa, saya berpamitan dan menciumnya, namun ada yang tak seperti biasanya.  Biasanya beliau minta untuk didoakan, tapi beliau hanya diam.

Dan benar, hari senin saya dikabarkan bahwa beliau sudah tidak bisa cuci darah karena tekanan darahnya drop.  Sudah diberi obat untuk menaikkan tekanan darahnya tetap tidak bisa.  Akhirnya ditunda keesokan harinya.  Beliau sudah sering masuk rumah sakit belakangan ini, tapi kali ini berbeda.  Esoknya saya kembali lagi ke Depok.  Di mobil tangis tak berhenti mengalir, sampai ibu-ibu yang duduk disebelah bercerita tentang kepergian anaknya karena kanker tulang.  Yaa, ibu itu bilang, mungkin memang kematian yang terbaik, bahwa kita harus ikhlas melepasnya, karena sangat egois bila menginginkannya tetap hidup tapi kondisinya sudah tidak memungkinkan.

Sampai dirumah, lalu ke RSPAU Halim Perdanakusuma sore harinya.  Orang-orang masih banyak yang menjenguknya di ruangan haemodialisa.  Beliau tau saya datang.  Saya sempat memijitnya, dia pun sempat merintih, "Wa, Aba capek.."  Saat itu, saya hanya menahan tangis.  Menguatkan Ummi, dan adik-adik yang ada disana saat itu.  Beliau masih belum bisa melakukan cuci darah.  Tekanan darahnya masih rendah.  Padahal sudah 2 kali jadwal cuci darah tidak dilakukannya.  Keadannya sangat lemah, tapi beliau tetap sadar dan masih bisa berkomunikasi dengan baik dan masih bisa melakukan sholat.

Karena saya sedang hamil besar saat itu, saya tak bisa berlama-lama berada di ruangan.  Perawat pun menyuruh saya keluar.  Tak lama, saya pun pulang.  Masih menyetir sendiri ke rumah, dengan keadaan pikiran yang kemana-mana. Beberapa kali saya sempat hilang fokus.  Tapi alhamdulillah sampai dengan selamat.

Rabu itu, orang-orang masih banyak yang menjenguk di rumah sakit.  Beliau masih sempat sholat zuhur, yaa.. sholat untuk yang terakhir kalinya.  Tak lama, dokter mengabarkan bahwa beliau harus masuk ICU, keadaannya sudah memburuk.  Beliau pun dipersiapkan untuk masuk ICU.  Ummi berpikir, kalau beliau pasti tidak akan nyaman dalam ruang ICU, seperti dulu, dimana tidak bisa ditunggu olehnya, auratnya mungkin bisa saja terlihat oleh perawat, dan beliau tidak akan nyaman diurus oleh orang lain selain istrinya.

Ummi masih sempat menemani ketika Aba dibawa ke ruang ICU.  Di dekatnya, terpasang playlist surat Yaasin, karena Ummi sudah tidak kuasa membaca Qur'an dalam kondisi seperti itu.  Saat itu, kesadaran Aba mulai menghilang.  Alat-alat monitor pun mulai dipasang dibadannya oleh tenanga kesehatan.  Ummi mengusap tangan Aba perlahan.  Perawat bilang, tidak boleh disentuh karena akan mengganggu kerja alat monitor kehidupan.  Dan setelah itu, beliau tiada.  Innalillahi wa inna ilaihi raji'un...  Semua dari Allah, dan kembali pada Allah.

Saat itu, saya masih dirumah, mau membeli beberapa keperluan untuk dibawa kerumah sakit saat kabar duka itu datang.  Tangis pun pecah di dalam mobil ketika suami saya mengabarkan kejadian itu.  Perlahan saya kembali kerumah, dan melihat tetangga dengan sigapnya mengatur keadaan rumah untuk menyambut jenazah.  Saya memeluk siapa saja yang bisa saya peluk untuk menanggung kesedihan saya.  Orang-orang mencoba menguatkan saya, mengingatkan bahwa ini yang terbaik untuk beliau, kembali ke sisi Nya.

Siang itu juga jenazah di bawa ke rumah.  Semua dengan sigap memulai prosesi pengurusan jenazah.  Menyiapkan keranda, segala rupa kain, kapur barus, bunga, bak mandi jenazah, kain kaffan, dan lainnya.  Orang-orang dari berbagai penjuru berdatangan kerumah, seiring kabar yang menyebar cepat antara satu dan lainnya.  Belum pernah rumah seramai itu sebelumnya.  Sebelum maghirb, semua anak ikut memandikan jenazahnya, dipimpin oleh Ummi.. Yaa, wanita luar biasa itu begitu tegar melepaskan suaminya, begitu sabar mengurusnya, bahkan bisa memimpin prosesi pemandian jenazahnya sendiri.  Wanita lain, mungkin sudah lemas tak berdaya ditinggal oleh orang terkasihnya. 

Maghrib, beliau sudah memakai kain putih, baju nya yang terakhir di dunia.  Jasadnya sudah bersih dimandikan oleh istri dan anak-anaknya, yang berusaha tegar.  Setidaknya, inilah yang bisa kami lakukan untuk mengantarkan beliau bertemu Rabb nya.  Tamu-tamu tak berhenti berdatangan, silih berganti menyolati dan mendoakan.

Hingga esoknya beliau di sholatkan untuk terakhir kali di masjid Darussalam Griya Tugu Asri, orang-orang masih ramai menyolatkan.   Setelah itu beliau dibawa ke TPU Menteng Pulo.  Dimana beliau mewasiatkan kepada Ummi bahwa ingin dikuburkan satu liang dengan ibunya.  Keadaan jalan sangat lengang, kebetulan memang tanggal merah, karena Imlek.  Rintik hujan pun turun mengawal kepergiannya.  Dan, sampailah beliau di peristirahatan terakhirnya.  Sebuah petak sempit berukuran 2 x 1 meter persegi.  Sendiri, hanya berteman amal ibadahnya di dunia.

Yaa, Aba.. Laki-laki yang teguh pada prinsip dan agamanya, imam untuk istri dan anaknya, bersahaja dalam hidupnya, humoris dan suka bercanda, sabar, dan banyak kebaikan dalam dirimu..  Semua merasa kehilangan, keluarga, sahabat, tetangga, jama'ah, dan ummat..  Sangat berkah hidupmu, Ba..  Mampukah akhir hidup saya sepertinya kelak?


***
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama ini, baik doa, moril, dan materil.  Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih.

***
Reminder for me, a lil girl who always miss his dad..
Bandung, 16 Sept 2015

No comments:

Post a Comment