Tuesday, October 11, 2016

Belajar Bicara

Kemarin ramai sekali di sebuah grup yang saya ikuti, lagi pada ngomongin speech delay pada anak.
Emang apa sih mak speech delay itu??
Tanda-tandanya apaan mak anak gue speech delay?
Terus kenapa mesti worry??
Emang sebabnya apaah?
Kalau udah speech delay, kita kudu ngapain doong??
Seru kaann?  Apalagi buat ibu yang baru beranak satu kaya eyke ini, yang kadang kita gak punya pembanding, selain anak orang, ini anak gue ada sesuatu gak yaa?
.
.
Speech delay atau dalam bahasa Indonesianya adalah keterlambatan bicara, merupakan salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak (sumber: sini). Di buku KIA (Kartu Ibu dan Anak) ada tuh kecakapan-kecakapan yang minimal harus dimiliki anak pada usia tertentu.  Biasanya anak masih di bawah setahun itu komunikasinya masih dengan nangis aja, lalu mulai bisa choo-ing, terus babbling, mulai bisa ngomong mama papa, lanjut dengan kata-kata yang mudah.  Cassie sendiri sudah bisa keluar kata-kata dan terus bertambah kosa katanya dari usia setahun.  Tapi ada anak yang saya temui, seusia Cassie, bahkan lebih tua belum bisa bicara dengan baik.  Sulit berkomunikasi salah satu penyebab anak suka tantrum dan speech delay bisa menjadi pertanda adanya gangguan-gangguan baik genetis (autis, kelainan kromosom), maupun fisik (seperti gangguan pendengaran dan kelainan organ bicara)
.
.
Sekedar berbagi pengalaman aja ya bu ibu.  Anak saya memang baru satu, tapi dari rumpian ibu-ibu itu bisa dijadikan referensi pengalaman-pengalaman yang berharga lhooo..  Kalau yang saya rasakan sendiri, si Cassie bisa cepet ngomong itu yaa mungkin karena saya cerewet yaa, hehhee.. #ngaku..
Lha, iya.. orang kita di rumah cuma berdua doaang.. Jadi lah saya ajak dia kesana kesini.  Kalau saya lagi ke tukang sayur dia ikut, kalau saya lagi beli susu dia ikut, kalau saya lagi ngerumpi sama tetangga dia juga ikut, kalau saya ngobrol sama suami yaa jelas dia juga ikut.  Akhirnya dia dengar-dengar deh tuh banyak kata-kata.
.
Terus saya juga sering stimulus dia, kasitau anggota badannya dia, nama-nama benda disekitar kita, izin setiap melakukan sesuatu, misalnya "Chi, mommy mau ganti popok Chi dulu yaaa..", menekankan pada salah satu kata untuk melakukan aktivitas seperti, "Yuk, kita MANDI dulu.. Kita MANDI yaa biar bersih.".
Bernyanyi juga disukai si kecil lho, walaupun kadang saya suka ngarang-ngarang sendiri lagu dan syairnya, wahahha.. bebas laah, yang penting jadi lagu-laguan.  Dan jangan lupa, tatap mata anak ketika melakukan komunikasi.  Dengan begitu anak akan merasa lebih dihargai dan didengar.  Ini penting juga lhoo, kadang kalau si Cassie lagi saya sambi ngapa-ngapain, dia bisa berkali-kali ngerengek minta sesuatu.  Tapi kalau saya berhenti sebentar, lalu pay attention sama dia, dia g terlalu ngerengek lagi.  Yaa, kadang teh susah juga yaaa buat berhenti sebentar pas lagi nanggung gitu.. #sigh..
Eniwey, Mbak Kate Middleton sama Mas William kalo ngomong sama anaknya sampai jongkok-jongkok biar ada kontak mata lhoo buibuuu, bisa tuh dicontoh.
.
.
Naon deui yaak?? Si Cassie termasuk anak yang jarang nonton TV juga dirumah.  Karena saya juga jarang nonton TV.  Biasanya anak yang kerjaannya nonton TV doang, suka telat bicara juga.  Karena TV kan tidak ada komunikasi 2 arah, anak ya pasif aja.  Mendengar kata-kata dan gambar yang cepat. Emang sih ada ibu-ibu yang pengen anaknya anteng terus dia bisa ngapa-ngapain tinggal taro aja anaknya di depan TV, habis perkara.  Seperti pengalaman salah satu ibu di grup itu.  Nah, baru deh dia ngeh anaknya udah 3 tahunan, tapi belum bisa bicara dengan baik.   Mulai deh panik.  Ternyata TV lah sebabnya.
.
.
Anaknya udah susah di foto, huff..
Nah, si Cassie juga sering saya review atau tanya jawab setiap dia abis melakukan suatu aktivitas.  Misalnya waktu pergi ke Floating Market kemarin, saya tanya, "Chi pergi kemana?? Sama siapa aja?? Senang gak disana?? Ketemu apa aja? Ada burung?  Ada kelinci? Ada ikan? Ada bebek? Chi maem apa disana? Rewel gak?" Macam begitulaah.. Dari responnya saya tau bahwa dia mengerti objek yang dibicarakan.  Kalau dia gak bisa jawab saya pancing dengan kata-kata.  Lalu ulangi lagi.  Kadang disertai dengan melihat foto-foto kegiatannya hari itu.  Disitu juga dia belajar untuk menunjukkan emosinya
.
Last but not least.. Sering-sering lah BACAin BUKUUUU.. (iyaa, saya jualan buku juga lhooo.. Btw, MDS ngasih diskon 30% all product!! Uwooww.. ) Mungkin saya dan anak saya termasuk yang agak lebay kalo lagi baca buku.  Kalo lagi mean it banget, bisa lah saya ini ekspressif banget praktikkin kegiatan, mimik muka, suara, yang ada di buku.  Dan anak tuh jadi exited dengernya, eeehhh.. di lain waktu, dia nya hafal sendiri halaman ini ceritanya tentang apa, dan dia pun meniru saya bercerita.  Banyak hal positif yang didapat anak dari buku, salah satunya adalah menambah kosa kata.  Pokoknya investasi ke buku bukan hal yang sia-sia deh (ini kita bahas nanti yaa, insyaallah).

Cassie suka baca buku.
Sebagai orang tua, melihat perkembangan anak yang dari hari ke hari semakin positif tentunya amat sangat bersyukur.  Sekaligus was was, hahhaa.. Iyaa, soalnya otak anak yang seperti spons itu menyerap banyak hal.  Orangtuanya harus berbahasa yang baik dan benar.  Saya sendiri suka mengingatkan suami kalo dia lagi ngedumel dan keluar kata-kata yang gak baik, karena takut ditiru anak.  Kami saat ini masih menggunakan satu bahasa saja di rumah, karena berdasarkan pengalaman orang lain, ada anak yang akhirnya sulit mengerti ketika di luar lingkungan rumahnya tidak bicara bahasa yang sama.
.
Semoga bermanfaat yaa pengalaman mommy menemani Cassie belajar bicara.  Yuk share pengalaman anak belajar bicara di rumah..

Thursday, October 6, 2016

Ketika Anak Sakit

"Aduuh, naakk.. ini aja belum beres, udah acakin itu lagi.. Jangan doongg.." Kata mommy memelas, lalu si anak masih santai-santai aja acak-acakin bawang merah dan bawang putih untuk dipindahkan ke tempat lain

"Duhh, dipakein baju koq lari-lari sih naak??" anaknya lalu cengar-cengir sambil bilang, "Kabur kaburrr.." emaknya lanjut kejar kejar..

"Heeii.. makannya belepotan tuhh.. awas tumpah nak, pelan-pelan.." Si anak mencoba memasukkan bubur ke mulutnya sendiri..



Memang repot, dia gak bisa diam, lari ke sana ke sini, acak-acak ini dan itu, minta bacain buku lagi dan lagi (emaknya gempor).  Kejar-kejaran tiap pagi untuk memakai baju, sampai berulang kali membereskan tumpahan makanannya karena dia mencoba makan sendiri.  Itu adalah tanda anak kita sehat, maakk.. Dia lincah, ceria, cerdik, usil, penuh tingkah, tertawa, bergerak dan mengoceh tiada henti.

Karena ketika anak sakit, demam seperti dua hari ini.  Kami jadi merindukan keusilannya, keceriaannya, rumah yg berantakan, dan tentu saja mengkhawatirkannya.  Rasa-rasanya, biarlah naak kamu gak bisa diam lari kesana kesini, daripada kamu tergolek lemah tak berdaya.  Makan susah, tidur pun tak nyenyak.  Menjadi lebih manja, minta dipeluk terus menerus, tak tega kita melihatnya.  Ah, ini menjadikan kami harus lebih banyak bersyukur dengan nikmat sehat yang diberikan kepada anak kami.  Semoga kami lebih sabar dan lebih baik lagi dalam menjaga kesehatanmu ya, nak..

#selfplak
#selfreminder


Wednesday, October 5, 2016

How I Survive from Baby Blues

How I Survive from Baby Blues
In the mood of nulis.. Well, kembali terjadi kasus ibu membunuh bayi nya sendiri, bahkan dengan keji, memutilasi. Kemarin sangat shock mendengar beritanya sekelewat di TV. Mungkin orang akan bertanya, bagaimana bisa??
.
.
Masalah baby blues dan post partum depresion menjadi fenomena gunung es. Kadang yang mengalaminya pun malu untuk mengakuinya, enggan meminta pertolongan, bahkan seringkali tak tau apa yang terjadi pada dirinya dan mengapa. Kejadian tersebut mengingatkan saya pada momen setelah melahirkan.
.
.
Yaa, tidak mudah memang menjalani proses persalinan. Setelah hampir 10 bulan membawa bayi dalam perut, lalu anak tersebut lahir dalam proses yang melelahkan. Sang ibu pun mengalami berbagai macam perubahan baik fisik maupun psikis. Dari yang badannya cantik aduhai, sekarang melar sana sini, belum lagi guratan stretch mark yang membuat percaya diri menurun. Perubahan hormonal yang drastis. Susu yang belum keluar, anak yang jaundice sehingga harus dirawat di rumah sakit, kelelahan karena harus bergadang menghadapi bayi yang rewel. Saya ingat, ketika itu bayi saya menangis semalaman. Disusui salah, sehabis disusui muntah, mengganti bajunya lagi, begitu terus.. Kadang ada bisikan jahat dari dalam diri untuk menyakiti si bayi. Akhirnya ketika pagi tiba, si bayi saya serahkan pada neneknya, dan saya pun mencoba tertidur setelah menangis. Baru lah saya tau bagaimana beratnya menjadi ibu. Hal itu juga diperparah dengan saran-saran orang yang 'katanya-katanya'.
"Itu lhoo, anaknya muntah terus karena asinya amis. Makan nya yang bening-bening aja" Dan akal sehat saya bilang, lha iya laaah amis, orang susu mamalia mengandung protein..
"Orang abis melahirkan jangan tidur pagi, nanti darah putihnya naik ke mata" Hellooww.. darah putih bukannya buat imunitas yaak? Saya ngantuk dan butuh istirahat abis begadang semalem karena anak rewel..
"Jangan makan buah ini, nanti becek.."
and so on..
.
.
Pada saat saya harus meninggalkan rumah orang tua, saya sempat kurang percaya diri bagaimana nanti mengurus anak saya seorang diri. Bagaimana jika bisikan jahat itu datang?
.
.
Mungkin yang saya alami bukanlah kasus yang berat, toh sampai sekarang saya dan anak saya survive sebagai ibu dan anak. Dan semakin hari hubungan kami bertambah baik. Saya ingin sedikit berbagi bagaimana saya survive melewati baby blues. Disana ada dukungan keluarga, terutama orang tua (nenek) yang sudah berpengalaman mengurus anaknya dulu. Nenek yang lebih dulu pernah melahirkan pasti tau bagaimana lelahnya, kalau bisa melahirkanlah di rumah orang tua agar si ibu baru ada yang mengurus, makanan terjamin, dan ketika lelah ada yang bergantian menjaga si bayi.
.
.
Dukungan suami sangat penting. Bagaimana suami menemani istri ketika persalinan, mensupport saat asi belum keluar, memijitnya agar asi lancar, menemani pumping, ngajak makan enak biar senang, bergantian berjaga saat malam, mendengar keluh kesah istri, padahal untuk suami hal itu pun tidak mudah. Setelah bekerja siang hari, dirumah mendengar tangisan bocah yang rewel, istri kucel, makanan belum tersedia, rumah berantakan, tapi rela turun tangan membantu istri yang repot dengan dirinya dan anaknya. Disaat kita memprhatikan suami yang turun tangan membantu ditengah kesibukannya, disanalah kita merasa bahwa tugas baru ini, menjadi orangtua, bukanlah tugas ibu sendiri. Kita tidak sendiri.
.
.
Perhatikan asupan. Makan yang banyak, enak dan bergizi.. Ya, kalau kita kurang makan, kadang maunya jadi marah-marah dan ga sabaran. Insyaallah kalau perut kenyang hati senang, asi melimpah ruah, anak pun senang. Sediakan camilan-camilan di rumah agar ketika lapar sehabis menyusui ada asupan lagi.
.
.
Maintain kelelahan dan waktu istirahat. Tidur ketika bayi tidur. Menyususi dimalam hari kadang menyebalkan, lagi enak-enak tidur si bayi bangun minta susu. Alhamdulillah kalau minum ASI, kalau formula pasti lebih repot lagi karena harus meracik dulu. Makanya kalau menyusui di siang hari, saya biasanya tertidur bersama bayi. Kalau bisa mendelegasikan pekerjaan rumah tangga pada orang lain, itu bagus. Tapi kalau tidak, bekerjasamalah bersama suami mengurus keperluan rumah, seperti memasak, mencuci, menyapu. Bertoleransilah pada keadaan rumah yang mungki kurang rapi, makanan yang seadanya, toh kita tidak akan mati karena rumah berantakan dan cucian yang menumpuk kan?
.
.
Banyak membaca dan mencari informasi bagaimana merawat bayi, menjaga bayi, menjadi ibu yang baik. Karena setiap kasus orang berbeda-beda, pasti ada kebaikan yang dapat kita ambil pelajaran dari ibu-ibu lain di luar sana. Akhirnya kita merasa bahwa kita tidak sendiri. Bahwa hal tersebut bisa saja dialami oleh siapapun. Bahwa dengan bercerita dan berbagi tentang hal ini, mungkin dapat membantu orang lain juga.
.
.
Perhatikan penampilan.. Seperti mandi dan berdandan. Ini menurut saya penting karena dengan kita mandi setiap pagi badan pun lebih segar dan berenergi, lalu berdandan yang cantik walaupun hanya di rumah saja akan lebih menaikkan tingkat percaya diri kita. Bersilaturahim dan keluar mencari udara segar juga membantu dalam menghadapi baby blues. Ya, wanita memang makhluk verbal yang butuh mengeluarkan banyak kata setiap harinya. Bertemu teman, bertukar pengalaman, asal jangan ketemu teman yang nyinyir aja, kelar deh idup..
.
.
Lihatlah anak kita lekat-lekat. Bagaimana matanya yang bulat memandang kita, senyumnya yang merekah, tawanya yang renyah, pipinya yang bulat menggemaskan, baunya yang enak, dan pelukannya yang erat. Resapi semua rasa itu dalam-dalam sehingga kita akan selalu menyayanginya. Selalu positif thingking, dibalik anak yang tidak mau ditinggal disitu ada kita yang sangat dibutuhkan dan masa-masa seperti itu tidak akan terlalu lama. Dibalik anak yang rewel, disana ia minta perhatian, apakah karena kita terlalu sibuk atau kebanyakan main gadget?
.
.
Tak lupa bersyukur karena telah menjadi ibu, meneruskan generasi. Itu yang selalu saya tanamkan, anak tidak pernah minta dilahirkan, dia ada karena kita menginginkannya, dan Allah mempercayakan kita menjadi orangtuanya. Dan tidak semua orang memiliki previlage itu. Saya selalu menanamkan, bahwa masa-masa berat ini pun tidak akan lama, hari-hari berlalu dan kebiasaan anak pun sudah terpola. Insting kita pun lebih terasah, rasa keibuan semakin bertambah, dan bonding antara ibu dan anak semakin kuat.
.
.
Banyak beribadah dan meminta petunjuk pada Allah agar senantiasa sabar dalam menjadi ibu dan istri yang baik. Saya selalu beristighfar setiap kali ada bisikan jahat. Kadang saya merasa kurang waras dan tidak normal. Bagaimana bisa seorang ibu berfikir seperti itu terhadap anaknya. Namun, setelah saya baca cerita orang, saya pun tau bahwa bukan hanya saya yang mengalaminya. Saya hanya berfikir, bahwa saya g mau masuk TV karena mencelakakan anak sendiri. Naudzubillah...
.
.
Inilah ladang jihad kita, para wanita. Mengurus anak dan keluarga, melahirkan generasi yang baru. Kalau itu mudah, hadiahnya bukan surga, tapi hanya payung cantik. Jika masalah ibu yang dihadapi terlalu berat, seperti menyakiti bayi terus terusan, murung tak berkesudahan, minta tolonglah pada ahlinya. Perhatikan gejala-gejala seperti itu pada pasangan dan obati.
.
Hilwa Salami