How I Survive from Baby Blues
In the mood of nulis.. Well, kembali terjadi kasus ibu membunuh bayi nya sendiri, bahkan dengan keji, memutilasi. Kemarin sangat shock mendengar beritanya sekelewat di TV. Mungkin orang akan bertanya, bagaimana bisa??
.
.
Masalah baby blues dan post partum depresion menjadi fenomena gunung es. Kadang yang mengalaminya pun malu untuk mengakuinya, enggan meminta pertolongan, bahkan seringkali tak tau apa yang terjadi pada dirinya dan mengapa. Kejadian tersebut mengingatkan saya pada momen setelah melahirkan.
.
.
Yaa, tidak mudah memang menjalani proses persalinan. Setelah hampir 10 bulan membawa bayi dalam perut, lalu anak tersebut lahir dalam proses yang melelahkan. Sang ibu pun mengalami berbagai macam perubahan baik fisik maupun psikis. Dari yang badannya cantik aduhai, sekarang melar sana sini, belum lagi guratan stretch mark yang membuat percaya diri menurun. Perubahan hormonal yang drastis. Susu yang belum keluar, anak yang jaundice sehingga harus dirawat di rumah sakit, kelelahan karena harus bergadang menghadapi bayi yang rewel. Saya ingat, ketika itu bayi saya menangis semalaman. Disusui salah, sehabis disusui muntah, mengganti bajunya lagi, begitu terus.. Kadang ada bisikan jahat dari dalam diri untuk menyakiti si bayi. Akhirnya ketika pagi tiba, si bayi saya serahkan pada neneknya, dan saya pun mencoba tertidur setelah menangis. Baru lah saya tau bagaimana beratnya menjadi ibu. Hal itu juga diperparah dengan saran-saran orang yang 'katanya-katanya'.
"Itu lhoo, anaknya muntah terus karena asinya amis. Makan nya yang bening-bening aja" Dan akal sehat saya bilang, lha iya laaah amis, orang susu mamalia mengandung protein..
"Orang abis melahirkan jangan tidur pagi, nanti darah putihnya naik ke mata" Hellooww.. darah putih bukannya buat imunitas yaak? Saya ngantuk dan butuh istirahat abis begadang semalem karena anak rewel..
"Jangan makan buah ini, nanti becek.."
and so on..
.
.
Pada saat saya harus meninggalkan rumah orang tua, saya sempat kurang percaya diri bagaimana nanti mengurus anak saya seorang diri. Bagaimana jika bisikan jahat itu datang?
.
.
Mungkin yang saya alami bukanlah kasus yang berat, toh sampai sekarang saya dan anak saya survive sebagai ibu dan anak. Dan semakin hari hubungan kami bertambah baik. Saya ingin sedikit berbagi bagaimana saya survive melewati baby blues. Disana ada dukungan keluarga, terutama orang tua (nenek) yang sudah berpengalaman mengurus anaknya dulu. Nenek yang lebih dulu pernah melahirkan pasti tau bagaimana lelahnya, kalau bisa melahirkanlah di rumah orang tua agar si ibu baru ada yang mengurus, makanan terjamin, dan ketika lelah ada yang bergantian menjaga si bayi.
.
.
Dukungan suami sangat penting. Bagaimana suami menemani istri ketika persalinan, mensupport saat asi belum keluar, memijitnya agar asi lancar, menemani pumping, ngajak makan enak biar senang, bergantian berjaga saat malam, mendengar keluh kesah istri, padahal untuk suami hal itu pun tidak mudah. Setelah bekerja siang hari, dirumah mendengar tangisan bocah yang rewel, istri kucel, makanan belum tersedia, rumah berantakan, tapi rela turun tangan membantu istri yang repot dengan dirinya dan anaknya. Disaat kita memprhatikan suami yang turun tangan membantu ditengah kesibukannya, disanalah kita merasa bahwa tugas baru ini, menjadi orangtua, bukanlah tugas ibu sendiri. Kita tidak sendiri.
.
.
Perhatikan asupan. Makan yang banyak, enak dan bergizi.. Ya, kalau kita kurang makan, kadang maunya jadi marah-marah dan ga sabaran. Insyaallah kalau perut kenyang hati senang, asi melimpah ruah, anak pun senang. Sediakan camilan-camilan di rumah agar ketika lapar sehabis menyusui ada asupan lagi.
.
.
Maintain kelelahan dan waktu istirahat. Tidur ketika bayi tidur. Menyususi dimalam hari kadang menyebalkan, lagi enak-enak tidur si bayi bangun minta susu. Alhamdulillah kalau minum ASI, kalau formula pasti lebih repot lagi karena harus meracik dulu. Makanya kalau menyusui di siang hari, saya biasanya tertidur bersama bayi. Kalau bisa mendelegasikan pekerjaan rumah tangga pada orang lain, itu bagus. Tapi kalau tidak, bekerjasamalah bersama suami mengurus keperluan rumah, seperti memasak, mencuci, menyapu. Bertoleransilah pada keadaan rumah yang mungki kurang rapi, makanan yang seadanya, toh kita tidak akan mati karena rumah berantakan dan cucian yang menumpuk kan?
.
.
Banyak membaca dan mencari informasi bagaimana merawat bayi, menjaga bayi, menjadi ibu yang baik. Karena setiap kasus orang berbeda-beda, pasti ada kebaikan yang dapat kita ambil pelajaran dari ibu-ibu lain di luar sana. Akhirnya kita merasa bahwa kita tidak sendiri. Bahwa hal tersebut bisa saja dialami oleh siapapun. Bahwa dengan bercerita dan berbagi tentang hal ini, mungkin dapat membantu orang lain juga.
.
.
Perhatikan penampilan.. Seperti mandi dan berdandan. Ini menurut saya penting karena dengan kita mandi setiap pagi badan pun lebih segar dan berenergi, lalu berdandan yang cantik walaupun hanya di rumah saja akan lebih menaikkan tingkat percaya diri kita. Bersilaturahim dan keluar mencari udara segar juga membantu dalam menghadapi baby blues. Ya, wanita memang makhluk verbal yang butuh mengeluarkan banyak kata setiap harinya. Bertemu teman, bertukar pengalaman, asal jangan ketemu teman yang nyinyir aja, kelar deh idup..
.
.
Lihatlah anak kita lekat-lekat. Bagaimana matanya yang bulat memandang kita, senyumnya yang merekah, tawanya yang renyah, pipinya yang bulat menggemaskan, baunya yang enak, dan pelukannya yang erat. Resapi semua rasa itu dalam-dalam sehingga kita akan selalu menyayanginya. Selalu positif thingking, dibalik anak yang tidak mau ditinggal disitu ada kita yang sangat dibutuhkan dan masa-masa seperti itu tidak akan terlalu lama. Dibalik anak yang rewel, disana ia minta perhatian, apakah karena kita terlalu sibuk atau kebanyakan main gadget?
.
.
Tak lupa bersyukur karena telah menjadi ibu, meneruskan generasi. Itu yang selalu saya tanamkan, anak tidak pernah minta dilahirkan, dia ada karena kita menginginkannya, dan Allah mempercayakan kita menjadi orangtuanya. Dan tidak semua orang memiliki previlage itu. Saya selalu menanamkan, bahwa masa-masa berat ini pun tidak akan lama, hari-hari berlalu dan kebiasaan anak pun sudah terpola. Insting kita pun lebih terasah, rasa keibuan semakin bertambah, dan bonding antara ibu dan anak semakin kuat.
.
.
Banyak beribadah dan meminta petunjuk pada Allah agar senantiasa sabar dalam menjadi ibu dan istri yang baik. Saya selalu beristighfar setiap kali ada bisikan jahat. Kadang saya merasa kurang waras dan tidak normal. Bagaimana bisa seorang ibu berfikir seperti itu terhadap anaknya. Namun, setelah saya baca cerita orang, saya pun tau bahwa bukan hanya saya yang mengalaminya. Saya hanya berfikir, bahwa saya g mau masuk TV karena mencelakakan anak sendiri. Naudzubillah...
.
.
Inilah ladang jihad kita, para wanita. Mengurus anak dan keluarga, melahirkan generasi yang baru. Kalau itu mudah, hadiahnya bukan surga, tapi hanya payung cantik. Jika masalah ibu yang dihadapi terlalu berat, seperti menyakiti bayi terus terusan, murung tak berkesudahan, minta tolonglah pada ahlinya. Perhatikan gejala-gejala seperti itu pada pasangan dan obati.
.
Hilwa Salami
.
.
Masalah baby blues dan post partum depresion menjadi fenomena gunung es. Kadang yang mengalaminya pun malu untuk mengakuinya, enggan meminta pertolongan, bahkan seringkali tak tau apa yang terjadi pada dirinya dan mengapa. Kejadian tersebut mengingatkan saya pada momen setelah melahirkan.
.
.
Yaa, tidak mudah memang menjalani proses persalinan. Setelah hampir 10 bulan membawa bayi dalam perut, lalu anak tersebut lahir dalam proses yang melelahkan. Sang ibu pun mengalami berbagai macam perubahan baik fisik maupun psikis. Dari yang badannya cantik aduhai, sekarang melar sana sini, belum lagi guratan stretch mark yang membuat percaya diri menurun. Perubahan hormonal yang drastis. Susu yang belum keluar, anak yang jaundice sehingga harus dirawat di rumah sakit, kelelahan karena harus bergadang menghadapi bayi yang rewel. Saya ingat, ketika itu bayi saya menangis semalaman. Disusui salah, sehabis disusui muntah, mengganti bajunya lagi, begitu terus.. Kadang ada bisikan jahat dari dalam diri untuk menyakiti si bayi. Akhirnya ketika pagi tiba, si bayi saya serahkan pada neneknya, dan saya pun mencoba tertidur setelah menangis. Baru lah saya tau bagaimana beratnya menjadi ibu. Hal itu juga diperparah dengan saran-saran orang yang 'katanya-katanya'.
"Itu lhoo, anaknya muntah terus karena asinya amis. Makan nya yang bening-bening aja" Dan akal sehat saya bilang, lha iya laaah amis, orang susu mamalia mengandung protein..
"Orang abis melahirkan jangan tidur pagi, nanti darah putihnya naik ke mata" Hellooww.. darah putih bukannya buat imunitas yaak? Saya ngantuk dan butuh istirahat abis begadang semalem karena anak rewel..
"Jangan makan buah ini, nanti becek.."
and so on..
.
.
Pada saat saya harus meninggalkan rumah orang tua, saya sempat kurang percaya diri bagaimana nanti mengurus anak saya seorang diri. Bagaimana jika bisikan jahat itu datang?
.
.
Mungkin yang saya alami bukanlah kasus yang berat, toh sampai sekarang saya dan anak saya survive sebagai ibu dan anak. Dan semakin hari hubungan kami bertambah baik. Saya ingin sedikit berbagi bagaimana saya survive melewati baby blues. Disana ada dukungan keluarga, terutama orang tua (nenek) yang sudah berpengalaman mengurus anaknya dulu. Nenek yang lebih dulu pernah melahirkan pasti tau bagaimana lelahnya, kalau bisa melahirkanlah di rumah orang tua agar si ibu baru ada yang mengurus, makanan terjamin, dan ketika lelah ada yang bergantian menjaga si bayi.
.
.
Dukungan suami sangat penting. Bagaimana suami menemani istri ketika persalinan, mensupport saat asi belum keluar, memijitnya agar asi lancar, menemani pumping, ngajak makan enak biar senang, bergantian berjaga saat malam, mendengar keluh kesah istri, padahal untuk suami hal itu pun tidak mudah. Setelah bekerja siang hari, dirumah mendengar tangisan bocah yang rewel, istri kucel, makanan belum tersedia, rumah berantakan, tapi rela turun tangan membantu istri yang repot dengan dirinya dan anaknya. Disaat kita memprhatikan suami yang turun tangan membantu ditengah kesibukannya, disanalah kita merasa bahwa tugas baru ini, menjadi orangtua, bukanlah tugas ibu sendiri. Kita tidak sendiri.
.
.
Perhatikan asupan. Makan yang banyak, enak dan bergizi.. Ya, kalau kita kurang makan, kadang maunya jadi marah-marah dan ga sabaran. Insyaallah kalau perut kenyang hati senang, asi melimpah ruah, anak pun senang. Sediakan camilan-camilan di rumah agar ketika lapar sehabis menyusui ada asupan lagi.
.
.
Maintain kelelahan dan waktu istirahat. Tidur ketika bayi tidur. Menyususi dimalam hari kadang menyebalkan, lagi enak-enak tidur si bayi bangun minta susu. Alhamdulillah kalau minum ASI, kalau formula pasti lebih repot lagi karena harus meracik dulu. Makanya kalau menyusui di siang hari, saya biasanya tertidur bersama bayi. Kalau bisa mendelegasikan pekerjaan rumah tangga pada orang lain, itu bagus. Tapi kalau tidak, bekerjasamalah bersama suami mengurus keperluan rumah, seperti memasak, mencuci, menyapu. Bertoleransilah pada keadaan rumah yang mungki kurang rapi, makanan yang seadanya, toh kita tidak akan mati karena rumah berantakan dan cucian yang menumpuk kan?
.
.
Banyak membaca dan mencari informasi bagaimana merawat bayi, menjaga bayi, menjadi ibu yang baik. Karena setiap kasus orang berbeda-beda, pasti ada kebaikan yang dapat kita ambil pelajaran dari ibu-ibu lain di luar sana. Akhirnya kita merasa bahwa kita tidak sendiri. Bahwa hal tersebut bisa saja dialami oleh siapapun. Bahwa dengan bercerita dan berbagi tentang hal ini, mungkin dapat membantu orang lain juga.
.
.
Perhatikan penampilan.. Seperti mandi dan berdandan. Ini menurut saya penting karena dengan kita mandi setiap pagi badan pun lebih segar dan berenergi, lalu berdandan yang cantik walaupun hanya di rumah saja akan lebih menaikkan tingkat percaya diri kita. Bersilaturahim dan keluar mencari udara segar juga membantu dalam menghadapi baby blues. Ya, wanita memang makhluk verbal yang butuh mengeluarkan banyak kata setiap harinya. Bertemu teman, bertukar pengalaman, asal jangan ketemu teman yang nyinyir aja, kelar deh idup..
.
.
Lihatlah anak kita lekat-lekat. Bagaimana matanya yang bulat memandang kita, senyumnya yang merekah, tawanya yang renyah, pipinya yang bulat menggemaskan, baunya yang enak, dan pelukannya yang erat. Resapi semua rasa itu dalam-dalam sehingga kita akan selalu menyayanginya. Selalu positif thingking, dibalik anak yang tidak mau ditinggal disitu ada kita yang sangat dibutuhkan dan masa-masa seperti itu tidak akan terlalu lama. Dibalik anak yang rewel, disana ia minta perhatian, apakah karena kita terlalu sibuk atau kebanyakan main gadget?
.
.
Tak lupa bersyukur karena telah menjadi ibu, meneruskan generasi. Itu yang selalu saya tanamkan, anak tidak pernah minta dilahirkan, dia ada karena kita menginginkannya, dan Allah mempercayakan kita menjadi orangtuanya. Dan tidak semua orang memiliki previlage itu. Saya selalu menanamkan, bahwa masa-masa berat ini pun tidak akan lama, hari-hari berlalu dan kebiasaan anak pun sudah terpola. Insting kita pun lebih terasah, rasa keibuan semakin bertambah, dan bonding antara ibu dan anak semakin kuat.
.
.
Banyak beribadah dan meminta petunjuk pada Allah agar senantiasa sabar dalam menjadi ibu dan istri yang baik. Saya selalu beristighfar setiap kali ada bisikan jahat. Kadang saya merasa kurang waras dan tidak normal. Bagaimana bisa seorang ibu berfikir seperti itu terhadap anaknya. Namun, setelah saya baca cerita orang, saya pun tau bahwa bukan hanya saya yang mengalaminya. Saya hanya berfikir, bahwa saya g mau masuk TV karena mencelakakan anak sendiri. Naudzubillah...
.
.
Inilah ladang jihad kita, para wanita. Mengurus anak dan keluarga, melahirkan generasi yang baru. Kalau itu mudah, hadiahnya bukan surga, tapi hanya payung cantik. Jika masalah ibu yang dihadapi terlalu berat, seperti menyakiti bayi terus terusan, murung tak berkesudahan, minta tolonglah pada ahlinya. Perhatikan gejala-gejala seperti itu pada pasangan dan obati.
.
Hilwa Salami
No comments:
Post a Comment